Archaebacteria

Archaebacteria berasal dari kata archaio yang berarti kuno dalam bahasa Yunani. Hal ini karena archaebacteria merupakan bakteri yang dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan, tapi membran plasmanya mengandung lipid. Selain itu, archaebacteria dapat hidup di ekosistem yang ekstrem seperti lingkungan kehidupan awal di bumi sehingga dianggap sebagai bakteri purba.

Archaebacteria
Sumber: collegedunia.com

Ciri-Ciri Archaebacteria

  1. Bersifat uniseluler;                                                  
  2. Prokariotik;
  3. Dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan, namun terdiri atas lipopolisakarida yang kuat. Dinding inilah yang menopang bentuk tubuh archaebacteria dan melindungi selnya dari lingkungan ekstrem dan bersuhu tinggi;
  4. Hidup pada lingkungan yang ekstrem, seperti di kawah, air panas, dll;
  5. Mikroskopis atau sangat kecil, ukurannya berkisar 0,15-1,25 mikrometer;
  6. Tidak memiliki klorofil;
  7. Seperti kapsul dengan struktur sel terdiri dari dinding, membran, sitoplasma, bulu cambuk (flagel), materi genetik, ribosom, dan plasmid;
  8. Bentuk tubuh ada yang seperti batang dan bulat.

Klasifikasi Archaebacteria

1. Metanogenik

Merupakan kelompok dari archaebacteria yang dapat mereduksi CO2 menjadi H2O serta CH4 dengan menggunakan hidrogen. Bakteri metanogen ini memiliki sifat anaerobik serta kemosintetik. Hidupnya berada di lumpur, rawa, dan beberapa tempat dengan kandungan oksigen yang sedikit.

Bakteri metanogen juga dijumpai hidup dalam saluran pencernaan hewan ruminansia, seperti succinomonas amylolytica yang berperan dalam pemecahan amilum pada pencernaan sapi. Bakteri metanogen memperoleh makanan dari hasil pembusukkan sisa tumbuhan yang mati sehingga diperoleh gas metana, misalnya methanobacterium sp.

2. Termoasidofilik 

Jenis archaebacteria yang dapat hidup pada lingkungan dengan suhu panas yang mencapai 80 derajat celsius maupun lingkungan dengan sifat asam. Cara hidup mereka dengan cara melakukan oksidasi pada air yang berdekatan dengan lubang hidrotermal bawah laut yang mengandung sulfur.

3. Halofilik 

Bakteri ini hidup pada lingkungan yang memiliki kadar garam tinggi. Untuk memperoleh energi, bakteri halofilik ini melakukan respirasi secara aerobik dan dari beberapa spesiesnya ada yang bisa berfotosintesis.

Kelompok bakteri halofilik ini dapat membentuk buih dengan warna merah intensif karena memiliki pigmen karotenoid dan juga ungu yang berasal dari zat warna bakteriorhodopsin, misalnya halobacterium halobium.

Itulah pembahasan kita kali ini tentang archaebacteria, untuk mengetahui materi seputar Monera yang lain klik link ini ya. Kamu mau belajar materi seru ini bareng Guru Hebat RBD? Yuk gabung sama bimbel Rumah Belajar Digital!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *