Cerpen

A. Pengertian Cerpen

Siapa di antara Sobat RBD yang suka baca cerpen? Cerpen merupakan akronim dari cerita pendek. Nah, cerpen merupakan jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi, yaitu isi cerpen bukanlah kejadian nyata, melainkan hanya karangan atau imajinasi penulisnya.

Cerita di dalam cerpen cenderung lebih padat, tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan biasanya tidak memiliki banyak tokoh. Kalau kalian perhatikan, saat membaca cerpen, pasti akan cepat selesai karena cerpen hanya mengandung maksimal sampai 10.000 kata saja.

B. Ciri-Ciri Cerpen

Cerpen memilliki ciri-ciri umum yang bisa kamu ketahui, diantaranya:

  • Ceritanya Fiktif

Merupakan cerita fiktif (tidak nyata) yang dibuat berdasarkan imajinasi penulisnya.

  • Jumlah Katanya Pendek

Cerpen umumnya hanya terdiri dari beberapa ribu kata, ini setara dengan beberapa halaman. Jumlah kata dalam cerpen biasanya tidak lebih dari 10.000 kata. Saat membaca cerpen, biasanya selesai dengan sekali duduk.

  • Keterbatasan Tokoh/Karakter

Cerpen tidak memiliki banyak tokoh atau karakter. Biasanya, cerpen terdiri dari karakter utama dan satu atau dua karakter pendukung saja.

  • Plot yang Singkat

Cerpen memiliki plot yang singkat dan hanya fokus pada satu aspek cerita saja, alur ceritanya jelas, dan nggak berbelit-belit.

  • Gaya Bahasa yang Padat

Cerpen ditulis menggunakan gaya bahasa yang padat dan efektif. Ini dilakukan untuk meminimalisasi penggunaan jumlah kata agar tidak terlalu bertele-tele.

  • Punya Kesan Mendalam

Meskipun singkat, cerpen seringkali meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembaca karena cerpen punya gaya penulisan yang kuat, karakter yang menarik, dan tidak terlalu banyak konflik.

C. Fungsi Cerpen

Saat kita membaca cerpen ada beberapa fungsi cerpen yang dapat kita amati.

  • Fungsi Rekreatif

Cerpen berfungsi untuk memberikan rasa senang, gembira, dan menghibur bagi seluruh pembacanya.

  • Fungsi Estetis

Selain fungsi rekrestif, cerpen juga memiliki fungsi untuk memberikan keindahan bagi pembaca karya sastra.

  • Fungsi Moralitas

Cerpen dapat memberikan nilai-nilai moral kepada pembaca, sehingga mendapat pengetahuan tentang hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk.

  • Fungsi Didaktif

Fungsi didaktif cerpen adalah dapat mengarahkan dan mendidik para pembaca dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan di dalam cerita.

  • Fungsi Religiusitas

Cerpen mengandung nilai-nilai yang terdapat pada ajaran agama yang bisa dijadikan teladan bagi para pembacanya.

D. Unsur-Unsur Cerpen

Unsur cerpen terbagi menjadi dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Lalu, apa sih perbedaan keduanya? Yu, kita bahas sama-sama.

1. Unsur Intrinsik Cerpen

Unsur intrinsik cerpen adalah unsur yang membangun cerita dari dalam. Terdapat 7 unsur intrinsik cerpen, yaitu tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.

  • Tema

Tema adalah ide pokok dari sebuah cerita yang ingin disampaikan penulis pada kisah ceritanya.

  • Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah para pelaku yang ada dalam cerita. Tokoh terdiri dari pemeran utama dan pemeran pendukung. Sementara itu, penokohan adalah pelukisan watak tokoh yang digambarkan melalui sifat, perilaku, gerak-gerik, maupun dialog para tokoh.

  • Latar

Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana yang ada dalam cerita.

  • Alur dan Plot

Alur adalah proses berjalannya cerita, sedangkan plot adalah serangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat.

  • Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara pandang pengarang saat menceritakan kisah pada sebuah cerpen. Sudut pandang dibagi menjadi dua bentuk, yaitu sudut pandang orang pertama yang terdiri dari pelaku utama (“aku” merupakan tokoh utama) dan pelaku sampingan (“aku” menceritakan orang lain), sedangkan sudut pandang orang ketiga terdiri dari serba tahu (“dia” menjadi tokoh utama) dan pengamat (“dia” menceritakan orang lain).

  • Amanat

Amanat merupakan pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada para pembaca. Pesan moral yang disampaikan biasanya dalam bentuk tersirat maupun tersurat.

  • Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah pemilihan dan perangkaian kata menjadi kalimat yang mampu memaparkan perasaan dan pikiran para tokoh dalam cerita.

2. Unsur Ekstrinsik Cerpen

Sementara itu, unsur ekstrinsik cerpen adalah unsur yang membentuk cerita dari luar. Terdapat 3 unsur ekstrinsik cerpen, yaitu:

  1. Nilai-Nilai Kehidupan

Nilai-nilai kehidupan terdiri dari:

  • Nilai moral
  • Nilai sosial
  • Nilai budaya
  • Nilai estetika
  • Latar Belakang Pengarang

Biasanya latar belakang pada kisah cerpen berasal dari pengalaman pribadi pengarangnya. Namun, tak jarang jika pengarang mengambil cerita dari kisah orang lain. Beberapa hal yang termasuk dalam latar belakang pengarang, yaitu:

  • Riwayat hidup pengarang
  • Kondisi psikologis pengarang
  • Aliran sastra yang dimiliki pengarang
  • Latar Belakang Masyarakat

Latar belakang dari masyarakat ini akan membantu berlangsungnya jalan cerita. Biasanya juga memengaruhi isi ceritanya juga. Hal-hal yang termasuk dalam latar belakang masyarakat, yaitu:

  • Kondisi politik
  • Ideologi negara
  • Kondisi sosial
  • Kondisi perekonomian masyarakat

E. Struktur Cerpen

Selanjutnya, struktur cerpen terdiri 6 bagian, yaitu abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda.

  • Abstrak

Abstrak merupakan pemaparan gambaran awal dari cerita yang dikisahkan. Pada cerpen abstrak biasanya digunakan sebagai pelengkap cerita. Maka dari itu, abstrak bersifat opsional pada cerpen tersebut.

  • Orientasi

Orientasi cerpen berisi penentuan peristiwa yang menciptakan gambaran visual dari latar, atmosfer, dan waktu dari cerita. Di bagian ini, kamu juga akan menemukan pengenalan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh.

  • Komplikasi

Kemudian, cerita akan bergerak menuju konflik atau puncak masalah, pertentangan, atau kesulitan-kesulitan bagi para tokohnya yang memengaruhi latar waktu dan karakter.

  • Evaluasi

Bagian ini akan mulai memuat konflik masalah dalam cerpen yang semakin memuncak. Konflik tersebut mulai disampaikan dan akan mencapai bagian klimaksnya. Bisa dibilang permasalahan tersebut semakin dekat dengan penyelesaian yang akan digunakan.

  • Resolusi

Terakhir, pada bagian ini, akan menceritakan solusi dari masalah atau tantangan yang dicapai. Kamu juga akan mengetahui bagaimana cara pengarang mengakhiri cerita.

  • Koda

Koda merupakan nilai atau pesan moral yang terdapat pada sebuah cerpen yang disampaikan oleh penulis kepada para pembaca. Pesan moral yang disampaikan sesuai dengan jenis cerpen.

F. Jenis-Jenis Cerpen

Jenis cerpen terbagi menjadi beberapa, di antaranya adalah:

  • Cerpen Kilat

Cerpen kilat adalah cerpen yang isinya sangat pendek, yaitu hanya terdiri antara 300 sampai 750 kata saja.

  • Cerpen Anekdot

Cerpen anekdot adalah cerpen yang isinya berupa cerita komedi, lucu, dan menggelikan. Tidak ada batasan kata untuk jenis cerpen ini. Namun, umumnya, cerpen anekdot hanya terdiri dari 1 sampai 3 paragraf saja.

  • Cerpen Fabel

Kamu pasti tahu kan kalau cerita fabel menggunakan hewan sebagai tokohnya. Hewan-hewan yang dijadikan tokoh dalam cerpen fabel bisa berupa hewan umum yang kita ketahui, maupun hewan mitologi, seperti pegasus atau centanur.

  • Cerpen Panjang

Cerpen panjang adalah cerpen yang terdiri dari 5.000 sampai 10.000 kata. Jenis cerpen ini biasanya akan menyampaikan plot cerita yang jauh lebih panjang dengan alur yang santai.

G. Contoh Cerpen Singkat

SERAGAM – cerpen kompas

ABSTRAK

Lelaki jangkung berwajah terang yang membukakan pintu terlihat takjub begitu mengenali saya. Pastinya dia sama sekali tidak menyangka akan kedatangan saya yang tiba-tiba.

Ketika kemudian dengan keramahan yang tidak dibuat-buat dipersilakannya saya untuk masuk, tanpa ragu-ragu saya memilih langsung menuju amben di seberang ruangan. Nikmat rasanya duduk di atas balai-balai bambu beralas tikar pandan itu. Dia pun lalu turut duduk, tapi pandangannya justru diarahkan ke luar jendela, pada pohon-pohon cengkeh yang berderet seperti barisan murid kelas kami dahulu saat mengikuti upacara bendera tiap Isnin. Saya paham, kejutan ini pastilah membuat hatinya diliputi keharuan yang tidak bisa diungkapkannya dengan kata-kata. Dia butuh untuk menetralisirnya sebentar.

ORIENTASI

Dia adalah sahabat masa kecil terbaik saya. Hampir 25 tahun lalu kami berpisah karena keluarga saya harus boyongan ke kota tempat kerja Ayah yang baru di luar pulau hingga kembali beberapa tahun kemudian untuk menetap di kota kabupaten. Itu saya ceritakan padanya, sekaligus mengucapkan maaf karena sama sekali belum pernah menyambanginya sejak itu.

”Jadi, apa yang membawamu kemari?”

”Kenangan.”

”Palsu! Kalau ini hanya soal kenangan, tidak perlu menunggu 10 tahun setelah keluargamu kembali dan menetap 30 kilometer saja dari sini.”

Saya tersenyum. Hanya sebentar kecanggungan di antara kami sebelum kata-kata obrolan meluncur seperti peluru-peluru yang berebutan keluar dari magasin.

Bertemu dengannya, mau tidak mau mengingatkan kembali pada pengalaman kami dahulu. Pengalaman yang menjadikan dia, walau tidak setiap waktu, selalu lekat di ingatan saya. Tentu dia mengingatnya pula, bahkan saya yakin rasa yang diidapnya lebih besar efeknya. Karena sebagai seorang sahabat, dia jelas jauh lebih tulus dan setia daripada saya.

Malam itu saya berada di sini, memperhatikannya belajar. Teplok yang menjadi penerang ruangan diletakkan di atas meja, hampir mendekat sama sekali dengan wajahnya jika dia menunduk untuk menulis. Di atas amben, ayahnya santai merokok. Sesekali menyalakan pemantik jika bara rokok lintingannya soak bertemu potongan besar cengkeh atau kemenyan yang tidak lembut diirisnya. Ibunya, seorang perempuan yang banyak tertawa, berada di sudut sembari bekerja memilin sabut-sabut kelapa menjadi tambang. Saat-saat seperti itu ditambah percakapan-percakapan apa saja yang mungkin berlaku di antara kami hampir setiap malam saya nikmati. Itu yang membuat perasaan saya semakin dekat dengan kesahajaan hidup keluarganya.

Selesai belajar,

dia menyuruh saya pulang karena hendak pergi mencari jangkrik. Saya langsung menyatakan ingin ikut, tapi dia keberatan. Ayah dan ibunya pun melarang. Sering memang saya mendengar anak-anak beramai- ramai berangkat ke sawah selepas isya untuk mencari jangkrik. Jangkrik-jangkrik yang diperoleh nantinya dapat dijual atau hanya sebagai koleksi, ditempatkan di sebuah kotak, lalu sesekali digelitik dengan lidi atau sehelai ijuk agar berderik lantang. Dari apa yang saya dengar itu, proses mencarinya sangat mengasyikkan. Sayang, Ayah tidak pernah membolehkan saya. Tapi malam itu toh saya nekat dan sahabat saya itu akhirnya tidak kuasa menolak.

”Tidak ganti baju?” tanya saya heran begitu dia langsung memimpin untuk berangkat. Itu hari Jumat. Seragam coklat Pramuka yang dikenakannya sejak pagi masih akan terpakai untuk bersekolah sehari lagi. Saya tahu, dia memang tidak memiliki banyak pakaian hingga seragam sekolah biasa dipakai kapan saja. Tapi memakainya untuk pergi ke sawah mencari jangkrik, rasanya sangat-sangat tidak elok.

”Tanggung,” jawabnya.

Sambil menggerutu tidak senang, saya mengambil alih obor dari tangannya. Kami lalu berjalan sepanjang galengan besar di areal persawahan beberapa puluh meter setelah melewati kebun dan kolam gurami di belakang rumahnya. Di kejauhan, terlihat beberapa titik cahaya obor milik para pencari jangkrik selain kami. Rasa hati jadi tenang. Musim kemarau, tanah persawahan yang pecah-pecah, gelap yang nyata ditambah angin bersiuran di areal terbuka memang memberikan sensasi aneh. Saya merasa tidak akan berani berada di sana sendirian.

Kami turun menyusuri petak-petak sawah hingga jauh ke barat. Hanya dalam beberapa menit, dua ekor jangkrik telah didapat dan dimasukkan ke dalam bumbung yang terikat tali rafia di pinggang sahabat saya itu. Saya mengikuti dengan antusias, tapi sendal jepit menyulitkan saya karena tanah kering membuatnya berkali-kali terlepas, tersangkut, atau bahkan terjepit masuk di antara retakan-retakannya. Tunggak batang-batang padi yang tersisa pun bisa menelusup dan menyakiti telapak kaki. Tapi melihat dia tenang-tenang saja walaupun tak memakai alas kaki, saya tak mengeluh karena gengsi.

Rasanya belum terlalu lama kami berada di sana dan bumbung baru terisi beberapa ekor jangkrik ketika tiba-tiba angin berubah perangai. Lidah api bergoyang menjilat wajah saya yang tengah merunduk. Kaget, pantat obor itu justru saya angkat tinggi-tinggi sehingga minyak mendorong sumbunya terlepas. Api dengan cepat berpindah membakar punggung saya!

”Berguling! Berguling!”

terdengar teriakannya sembari melepaskan seragam coklatnya untuk dipakai menyabet punggung saya. Saya menurut dalam kepanikan. Tidak saya rasakan kerasnya tanah persawahan atau tunggak-tunggak batang padi yang menusuk-nusuk tubuh dan wajah saat bergulingan. Pikiran saya hanya terfokus pada api dan tak sempat untuk berpikir bahwa saat itu saya akan bisa mendapat luka yang lebih banyak karena gerakan itu. Sulit dilukiskan rasa takut yang saya rasakan. Malam yang saya pikir akan menyenangkan justru berubah menjadi teror yang mencekam!

Ketika akhirnya api padam, saya rasakan pedih yang luar biasa menjalar dari punggung hingga ke leher. Baju yang saya kenakan habis sepertiganya, sementara sebagian kainnya yang gosong menyatu dengan kulit. Sahabat saya itu tanggap melingkupi tubuh saya dengan seragam coklatnya melihat saya mulai menangis dan menggigil antara kesakitan dan kedinginan. Lalu dengan suara bergetar, dia mencoba membuat isyarat dengan mulutnya. Sayang, tidak ada seorang pun yang mendekat dan dia sendiri kemudian mengakui bahwa kami telah terlalu jauh berjalan. Sadar saya membutuhkan pertolongan secepatnya, dia menggendong saya di atas punggungnya lalu berlari sembari membujuk-bujuk saya untuk tetap tenang. Napasnya memburu kelelahan, tapi rasa tanggung jawab yang besar seperti memberinya kekuatan berlipat. Sayang, sesampai di rumah bukan lain yang didapatnya kecuali caci maki Ayah dan Ibu. Pipinya sempat pula kena tampar Ayah yang murka.

Saya langsung dilarikan ke puskesmas kecamatan. Seragam coklat Pramuka yang melingkupi tubuh saya disingkirkan entah ke mana oleh mantri. Tidak pernah terlintas di pikiran saya untuk meminta kepada Ayah agar menggantinya setelah itu. Dari yang saya dengar selama hampir sebulan tidak masuk sekolah, beberapa kali dia terpaksa membolos di hari Jumat dan Sabtu karena belum mampu membeli gantinya.

”Salahmu sendiri, tidak minta ganti,” kata saya selesai kami mengingat kejadian itu.

”Mengajakmu saja sudah sebuah kesalahan. Aku takut ayahmu bertambah marah nantinya. Ayahku tidak mau mempermasalahkan tamparan ayahmu, apalagi seragam itu. Dia lebih memilih membelikan yang baru walaupun harus menunggu beberapa minggu.”

KOMPLIKASI

Kami tertawa. Tertawa dan tertawa seakan-akan seluruh rentetan kejadian yang akhirnya menjadi pengingat abadi persahabatan kami itu bukanlah sebuah kejadian meloloskan diri dari maut karena waktu telah menghapus semua kengeriannya.

Dia lalu mengajak saya ke halaman belakang di mana kami pernah bersama-sama membuat kolam gurami. Kolam itu sudah tiada, diuruk sejak lama berganti menjadi sebuah gudang tempatnya kini berkreasi membuat kerajinan dari bambu. Hasil dari tangan terampilnya itu ditambah pembagian keuntungan sawah garapan milik orang lainlah yang menghidupi istri dan dua anaknya hingga kini.

Ayah dan ibunya sudah meninggal, tapi sebuah masalah berat kini menjeratnya. Dia bercerita, sertifikat rumah dan tanah peninggalan orangtua justru tergadaikan.

”Kakakku itu, masih sama sifatnya seperti kau mengenalnya dulu. Hanya kini, semakin tua dia semakin tidak tahu diri.”

”Ulahnya?” Dia mengangguk.

”Kau tahu, rumah dan tanah yang tidak seberapa luas ini adalah milik kami paling berharga. Tapi aku tidak kuasa untuk menolak kemauannya mencari pinjaman modal usaha dengan mengagunkan semuanya. Aku percaya padanya, peduli padanya. Tapi, dia tidak memiliki rasa yang sama terhadapku. Dia mengkhianati kepercayaanku. Usahanya kandas dan kini beban berat ada di pundakku.” Terbayang sosok kakaknya dahulu, seorang remaja putus sekolah yang selalu menyusahkan orangtua dengan kenakalan-kenakalannya. Kini setelah beranjak tua, masih pula dia menyusahkan adik satu-satunya.

EVALUASI

”Kami akan bertahan,” katanya tersenyum saat melepas saya setelah hari beranjak sore. Ada kesungguhan dalam suaranya.

Sepanjang perjalanan pulang, pikiran saya tidak pernah lepas dari sahabat saya yang baik itu. Saya malu. Sebagai sahabat, saya merasa belum pernah berbuat baik padanya. Tidak pula yakin akan mampu melakukan seperti yang dilakukannya untuk menolong saya di malam itu. Dia telah membuktikan bahwa keberanian dan rasa tanggung jawab yang besar bisa timbul dari sebuah persahabatan yang tulus.

RESOLUSI

Mata saya kemudian melirik seragam dinas yang tersampir di sandaran jok belakang. Sebagai jaksa yang baru saja menangani satu kasus perdata, seragam itu belum bisa membuat saya bangga. Nilainya jelas jauh lebih kecil dibanding nilai persahabatan yang saya dapatkan dari sebuah seragam coklat Pramuka. Tapi dia tidak tahu, dengan seragam dinas itu, sayalah yang akan mengeksekusi pengosongan tanah dan rumahnya.

Nah Sobat RBD, sekarang kalian udah tau kan apa itu cerpen dan bagaimana cara menganalisis contoh cerpen berdasarkan strukturnya. Kalo kalian mau belajar materi bahasa Indonesia yang lain bisa kalian baca di sini yaaa. Butuh tutor yang berpengalaman? Pengen perjalanan kalian menuju SNBT kami dampingi tiap hari? Yuuu, cek infonya di sini yaa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *