Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Apa sih penyimpangan semu hukum mendel itu? Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan suatu persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe berbeda, namun bila diperhatikan masih mengikuti Hukum Mendel, yaitu pola 9:3:3:1. Hasil persilangan yang menyimpang itu dikatakan semu, karena Hukum Mendel masih berlaku dalam pola pewarisan tersebut. 

Penyimpangan semu Hukum Mendel terbagi menjadi 7 macam, yaitu kodominan, intermediet, atavisme (interaksi antargen), epistasis-hipostasis, kriptomeri, polimeri, dan gen-gen komplementer. Biar lebih jelas, yuu kita bahas satu persatu.

1. Penyimpangan Semu Kodominan

Kodominan adalah dua alel suatu gen yang menghasilkan keturunan berbeda dengan alel yang satu, tapi tidak dipengaruhi oleh alel yang lain. 

Contoh:

Bulu ayam yang berwarna hitam (B), semidominan terhadap ayam berbulu putih (b). Apabila ayam berbulu hitam dikawinkan dengan ayam yang memiliki bulu putih, maka anak hasil perkawinannya nanti akan berbulu biru (blue Andalusia). 

Penyimpangan semu pada keturunan ayam hitam dan putih
Sumber: docplayer.info

Bila ayam blue Andalusia ini kawin dengan sesamanya, maka akan muncul lagi asal usul warna bulunya itu pada anak-anaknya, yaitu hitam dan putih.

2. Penyimpangan Semu Intermediet

Intermediet dalam penyimpangan semu Hukum Mendel disebut juga sebagai gen yang tidak dominan dan tidak resesif. 

Contohnya persilangan bunga pukul empat merah dan bunga putih.

Sumber: asset.kompas.com

Persilangan antara tanaman berbunga merah homozigot (RR) dengan tumbuhan berbunga putih homozigot (rr) akan menghasilkan keturunan dengan bunga berwarna merah mudah (Rr). Hal tersebut dikarenakan persilangan tersebut mengalami dominasi tidak sempurna. Di mana genotipe R yang dominan tidak dapat menutupi genotipe r yang resesif. Atau, dapat disebut bahwa gen R dan r sama-sama dominan. 

Sehingga, keturunan F1-nya merupakan kombinasi kedua gen tersebut. Generasi pertama persilangan tersebut memiliki semuanya memiliki genotipe Rr dengan fenotipe warna merah muda.

Hasil keturunan pertama (F1) dapat disilangkan kembali untuk menghasilkan keturunan kedua (F2). 

Sumber: asset.kompas.com

Persilangan antara sesama F1 menghasilkan perbandingan genotipe 1 RR : 2 Rr : 1 rr, dan perbandingan fenotipe F2 berupa 25 % bunga merah, 50 % bunga merah muda, dan 25 % bunga putih.

3. Atavisme (interaksi antargen)

Atavisme merupakan interaksi dari dua gen berbeda alel yang saling mempengaruhi, sehingga menghasilkan filial atau keturunan dengan fenotipe yang berbeda dari sifat induknya. Apabila ada pasangan gen yang bukan alelnya saling berinteraksi, dan memiliki pengaruh yang sama kuat. Maka, pada bagian tubuh yang sama di keturunannya nanti akan menimbulkan satu sifat yang baru.

Contohnya pada bentuk jengger ayam. Dalam pembentukan jengger ayam dipengaruhi oleh dua gen yang berbeda alel, yaitu:

R = gen yang menentukan bentuk rose, dan

P = yang menentukan bentuk pea.

Bila kedua gen ini berada secara bersamaan (R_P_), maka kedua gen tersebut akan berinteraksi dan memunculkan sifat baru, yaitu bentuk walnut. Namun, ketika kedua gen dominan tersebut tidak ada atau tidak berpasangan (rrpp), maka akan muncul sifat yang lain lagi, yaitu single. Akibatnya, terbentuklah empat jenis bentuk jengger ayam, yaitu bentuk walnut (R_P_), rose (R_pp), pea (rrP_), dan single (rrpp).

Perhatikan persilangan atavisme antara jengger ayam rose (RRpp) dengan jengger ayam pea (rrPP) di bawah ini!

Sumber: 1.bp.blogspot.com
Penyimpangan Semu pada perbandingan jengger ayam

Dari persilangan di atas kita mendapatkan perbandingan sebagai berikut:

PerbandinganPola GenotipPola Fenotipe
9R_P_Walnut
3R_ppRose
3rrP_Pea
1rrppSingle

4. Epistatis dan Hipostatis

Epistasis dan hipostatis merupakan interaksi dari beberapa gen yang bersifat saling menutupi satu sama lain. Gen yang bersifat menutupi atau mengalahkan ekspresi gen lain yang tidak selokus (sealel) disebut epistasis, sedangkan gen yang bersifat tertutupi oleh sebuah atau sepasang gen lain yang tidak selokus (yang bukan alelnya) disebut hipostasis. 

Ada tiga macam epistasis dan hipostasis dalam penyimpangan semu Hukum Mendel, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, serta epistasis dominan dan resesif.

a. Epistasis Dominan

Epistasis dominan terjadi apabila ada satu gen dominan yang bersifat epistasis. Misalnya, seperti pada warna labu. Perhatikan contoh persilangan labu di bawah ini.

Sumber: www.angphotorion.com

PerbandinganPola GenotipPola Fenotipe
9P_K_Putih 
3P_kkPutih 
3ppK_Kuning 
1ppkkHijau 

Berdasarkan gambar dan tabel di atas, maka dapat disimpulkan persilangan pada epistasis dominan warna labu menghasilkan F2 dengan perbandingan fenotipe 12 labu putih : 3 labu kuning : 1 labu hijau.

b. Epistasis Resesif

Pada peristiwa epistasis resesif terdapat suatu gen resesif yang bersifat epistasis terhadap gen dominan yang bukan alelnya (pasangannya). Gen resesif tersebut harus dalam keadaan homozigot, contohnya pada pewarisan warna rambut tikus. Gen C bersifat epistasis. Jadi, tikus yang berwarna hitam memiliki gen C dan A.

A = warna hitam

a = warna abu-abu

C= enzim yang menyebabkan timbulnya warna 

c = enzim penghambat munculnya warna

Jika ditemukan dua gen yang menghambat munculnya warna (cc), maka warna tikus hasil keturunannya nanti tidak akan memiliki warna hitam atau abu-abu, melainkan berambut putih atau albino. Berikut penjelasan persilangan epistasis resesif pewarisan warna rambut tikus.

Berdasarkan penjelasan pada gambar di atas, persilangan epistasis resesif pewarisan warna rambut tikus akan menghasilkan F2 dengan perbandingan fenotipe 9 tikus hitam : 3 tikus abu-abu : 4 tikus putih.

c. Epistasis Dominan dan Resesif (inhibiting gen)

Epistasis dominan dan resesif (inhibiting gen) merupakan penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika dalam keadaan bersama akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Peristiwa ini mengakibatkan perbandingan fenotip F2 = 13 : 3.

Contohnya ayam leghorn putih mempunyai fenotip IICC dikawinkan dengan ayam white silkre berwarna putih yang mempunyai genotip iicc. Perhatikan diagram berikut.

Catatan:

C = gen yang menghasilkan warna.

c = gen yang tidak menghasilkan warna (ayam menjadi putih).

I = gen yang menghalang-halangi keluarnya warna (gen penghalang atau inhibitor).

i = gen yang tidak menghalangi keluarnya warna. 

Pada diagram hasil persilangan F1 di atas, meskipun gen C mempengaruhi munculnya warna bulu, tetapi karena bertemu dengan gen I (gen yang menghalangi munculnya warna), maka menghasilkan keturunan dengan fenotip ayam berbulu putih. Jadi, perbandingan fenotip pada F2nya adalah 13 ayam putih : 3 ayam berwarna.

5. Penyimpangan Semu Polimeri

Polimeri merupakan interaksi antargen berbeda alel yang bersifat kumulatif (saling menambah) dan hanya memunculkan satu fenotipe saja. Oleh sebab itu, persilangan polimeri ini umumnya menghasilkan rasio fenotipe 15:1.

Polimeri sendiri terjadi karena adanya interaksi antara dua gen atau lebih, sehingga kerap disebut sebagai gen ganda. Polimeri pun terbagi menjadi dua macam, yaitu polimeri dihibrida dan polimeri trihibrida.

a. Polimeri Dihibrida

Polimeri dihibrid merupakan peristiwa dimana beberapa gen yang berdiri sendiri mempengaruhi bagian yang sama dalam tubuh organisme. Kasus ini pertama kali diamati pada biji gandum yang memiliki warna merah yang beragam.

waarna merah pada gandum
  • Gandum berbiji merah sempurna memiliki genotip M1M1M2M2
  • Gandum berbiji putih memiiki genotip m1m1m2m2

M1 dominan terhadap m1, dan M2 dominan terhadap m2. Gen M mempengaruhi warna merah pada biji gandum. Semakin banyak gen M dalam genotip (baik itu M1 atau M2), akan membuat biji gandum berwarna semakin merah.

Perhatikanlah bagan persilangan di bawah ini.

PerbandinganPola GenotipPola Fenotipe
9M1_M2_Merah
3M1_m2m2Merah
3m1m1M2_Merah
1m1m1m2m2Putih

Perbandingan fenotip F2 dari persilangan gandum berbiji merah M1M1M2M2 dan gandum berbiji putih m1m1m2m2 akan menghasilkan = 15 gandum berbiji merah : 1 gandum berbiji putih.

b. Polimeri Trihibrida

Polimeri trihibrida terdiri dari tiga gen berbeda alel dan bersifat kumulatif. Contohnya dapat kita temui pada pewarisan warna kulit manusia.

Menurut para ahli genetika, Davenport dan Dobehansky menjelaskan bahwa pewarisan warna kulit manusia disebabkan oleh tiga pasang gen, yaitu P1, P2, dan P3 yang mengandung pigmen, serta mempunyai tiga pasang alel p1, p2, dan p3 yang berwarna putih. Berikut pola genotip dan fenotipe pewarisan kulit manusia ras Negro, Mulato, dan Caucosoid.

Pola GenotipPola Fenotipe
P1P1P2P2P3P3P3Negro
P1p1P2p2P3P3p3Mulato
P1p2p2p2p3Caucosoid (putih)

Misalnya, perkawinan yang terjadi antara ras Mulato heterozigot dengan Mulato heterozigot akan menghasilkan keturunan dengan perbandingan warna kulit Negro: Mulato: Caucosoid (putih) dan rasio fenotipenya 1:62:1. Agar lebih mudah memahaminya, lihat bagan di bawah ini.

Penyimpangan semu pada warna kulit manusia
Polimeri trihibrid pada warna kulit manusia

6. Penyimpangan Semu Kriptomeri

Kriptomeri merupakan peristiwa munculnya suatu karakter/sifat baru dari gen dominan yang berpasangan dengan gen dominan dari alel lainnya. Kriptomeri juga disebut sebagai fenomena tersembunyinya suatu sifat baru akibat gen dominan yang tidak berpasangan dengan gen dominan dari alel lainnya. Dengan kata lain, pada kriptomeri, jika gen dominan tersebut berdiri sendiri, maka karakter/sifat barunya itu akan tersembunyi (kriptos).

Contoh kasus kriptomeri dapat kita lihat pada persilangan bunga Linnaria maroccana berbunga merah dengan Linnaria maroccana berbunga putih.

Penyimpangan semu pada warna bunga Linaria maroccana
Bunga Linaria maroccana (Sumber: amp.kompas.com)

Warna yang muncul pada bunga Linaria maroccana pun dipengaruhi oleh 4 gen, yaitu:

A = terbentuk pigmen antosianin

a = tidak terbentuk pigmen antosianin

B = protoplasma basa

b = protoplasma asam

Antosianin sendiri merupakan pigmen yang akan memicu kemunculan warna pada bunga Linaria maroccana. Artinya, jika tumbuhan Linaria sp. memiliki gen A, maka akan menghasilkan bunga yang berwarna. Sedangkan pada tumbuhan Linaria sp. yang tidak punya gen A, maka bunganya akan berwarna putih atau albino.

Akan tetapi, warna yang dihasilkan oleh pigmen antosianin juga tergantung dari tingkat keasaman (pH) protoplasma sel. Jika protoplasma yang ada pada tumbuhan Linaria bersifat basa (dipengaruhi oleh gen B), maka akan timbul warna ungu. Sedangkan, saat protoplasmanya bersifat asam (dipengaruhi gen b), maka akan muncul bunga warna merah.

Dengan begitu, warna bunga pada Linaria maroccana ini tidak hanya dipengaruhi oleh gen penentu pigmen antosianin, tapi juga dipengaruhi oleh gen penentu pH protoplasma. Berikut penjelasan persilangan bunga Linnaria maroccana warna merah dengan yang berwarna putih.

Penyimpangan Semu berupa kriptomeri
Sumber: 3.bp.blogspot.com

PerbandinganPola GenotipPola Fenotipe
9A_B_Ungu
3A_bbMerah
3aaB_Putih
1aabbPutih

Dari gambar penjelasan dan tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa F2 yang dihasilkan dari persilangan kriptomeri pada Linnaria maroccana, fenotipenya berubah menjadi 9 ungu : 3 merah : 4 putih.

7. Gen-gen komplementer

Gen komplementer merupakan gen-gen yang saling melengkapi dalam memunculkan suatu sifat tertentu. Misalnya saja gen B dan gen T yang menyebabkan seseorang tidak bersifat bisu tuli (normal). Apabila gen dominan B muncul sendiri tidak disertai gen T maka akan memunculkan sifat bisu tuli. Demikian juga sebaliknya, apabila gen dominan T muncul sendiri tidak disertai gen B maka akan memunculkan bisu tuli.

Perhatikanlah bagan persilangan di bawah ini.

Penyimpangan Semu berupa gen komplementer
Sumber: 4.bp.blogspot.com

Persilangan dua orang bisu tuli dengan genotip BBtt dan bbTT akan menghasilkan anak yang normal. Apabila anak tersebut kawin dengan sesamanya maka perbandingan fenotip pada F2 adalah 9 normal : 7 bisu tuli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *